Pergunakanlah akal untuk merasa dan hati untuk menganalisa. Anti mainstream saya kira itu yang akan
disebut banyak orang terkait dengan baris kata kata tadi. Sudah menjadi
kesepakatan umum bahwa akal digunakan untuk menganalisa sedangkan hati untuk
merasa. Atas dasar kekuatan akal untuk menyimpan dan mengolah data itulah
memunculkan bahwa keberperanan akal dalam menjalankan fungsi berfikir pada
dinamika yang ada. Akan tetapi, bagaimana jika fungsi berfikir atau menganalisa
itu kita kasihkan kepada hati! Masihkah sama? Saya kira punya hasil analisis
yang berbeda. Bagaimana cara hati untuk membaca data?
Ketika prinsip
kehidupan mengatakan bahwa manusia harus melampaui batas kebenaran sehingga
menjadikan perilaku kebaikan. Saya kira itu adalah hasil kongkrit dari apa yang
saya sebutkan diatas. Bahwa ketika kita melihat data yang berada dihadapan kita
maka hati yang menganallisis terlebih dahulu untuk dibawa ke akal sebagai rasa.
Yang sudah barang tentu pasti cara berfikir hati adalah rasa itu sendiri, dan
cara merasa akal adalah dengan analisnya sendiri. Artinya apa yang dilakukan
keduanya baik akal maupun hati akan berjalan seimbang dalam menentukan sikap
dan keputusannya.
Sagat tidak lazim memang jika kata kata itu
diterbangkan ke khalayak masyarakat secara luas. Bagaimanapun, fungsi akan
untuk berfikir akan menjadi kesepakatan tafsir yang dibenarkan, dan begitu pula
dengan fungsi hati dalam merasa. Sejenak mari kita baca, ketika hati kita
gunakan untuk menganalisa maka keseimbangan analisa akan didasari oleh rasa itu
sendiri, begitu pula ketika akal kita gunakan untuk merasa, keseimbangan akal
untuk merasa akan dibekali data.